Kamis, 29 September 2011

Saat subuh

Jika bunyi burung tlah memanggilmu
Bangun dan bersihkan dirimu
Singsingkan selimut yang dapat meracunimu
Lihatlah cakrawala terbuka lebar untukmu
Mengajakmu tuk melanjutkan hidupmu nanti
Saat subuh,saat yang dinanti banyak orang
Pak tani siap mencangkul tanahnya
Anak-anak bersiap menimba ilmu
Para guru bersiap membagikan setitik ilmunya
Saat subuh,saat yang dinanti banyak orang
Bangunlah jiwamu tuk persiapkan masa depanmu
Secerah hari yang subuh ini

Orang gila


Aku duduk diantara orang-orang gila
Makan bersama dengan orang-orang gila
Kuamati mereka ada yang tertawa dalam gilanya
Ada yang berdoa sambil mencaci maki
Orang gila dalam tarian gilanya
Terpasung di penjara yang gila
Lama-lama aku terbiasa dengan orang gila
Akupun menyanyi,tertawa seperti mereka
Seluruh panca inderaku tertutup oleh kegilaan
Tak lagi kudengar para koruptor beraksi
Tak lagi kulihat orang main hakim sendiri
Tak lagi kudengar orasi yang membius negeri
Aku tetap bernyanyi dalam kegilaanku
Dan nyanyianku berhenti kala kulihat teman gilaku mati
Mati dengan tuduhan yang menggila
Kematiannya menggantikan orang yang seharunya mati hari ini

Anakku tlah pergi

Ini sepatu kecilmu,masih tersimpan disini
Baju kecilmu masih saja ibu rawat
Hidupmu adalah milikmu, itu katamu
Bahkan aku tak berhak mengambilnya,walau sejengkal
Besok akan kusandingkan kau dengan gadis impianmu
Tak terasa posisiku kan tergantikan
Ceritakan sesuatu yang indah pada istrimu
Tapi jangan samakan ia dengan ibumu
Ia hanyalah seorang gadis yang akan temukan dunia baru
Biarkan ia belajar seperti apa yang ia dapatkan
Ajari ia,namun jangan kau memaksanya
Hidup yang ia jalani akan mendewasakannya
Anakku ini sepatu baru yang ibu simpan
Bersihkan sendiri,karna ia akan belajar darimu

Lelaki hitam

Lelaki hitam,bermata hitam,berjubah hitam
Duduk menengadahkan wajahnya yang hitam
Bertahun-tahun masih saja tengadahkan wajahnya
Burung-burung gagak setia bertengger di pundaknya
Malam yang gelap bangkitkan hasratnya
Hasrat tuk tengadahkan wajahnya
Kecintaannya pada perenungan tlah lupakan segalanya
Api yang membakarnya tak ia rasa
Bahkan ketika istrinya mati tak ia rasa
Istrinya mati karna lapar yang dirasa
Tapi tetap ia tengadahkan wajahnya
Janji surgawi slalu membayanginya
Namun ia mati dalam kesia-siaan

Suatu jika

Jika hari ini kau petik mawar
Akan kuberi kau sekuntum hatiku
Jika hari ini kau beri aku duka
Kubawakan kau sekeranjang luka
Jika kau ajak aku ke pelaminan
Kutagih kau dengan mahar warisan
Sudah kubilang jauhi racun sepertiku
Biarkan aku berbaur dengan para pemuja nafsu
Berteman dengan indahnya dunia imitasi
Jiwamu seonggok jiwa yang suci,bersih tanpa cela di hati
Aku hanyalah racun bagimu,racun bagi hidupmu
Racun bagi keluargamu
Dan aku sayang tak ingin meracunimu!

Sebuah bunga

Kuncup bunga itu terlihat menawan
Mekar,indah dipandang mata
Wanginya makin menyengat
Harum tuk dicium dan dinikmati
Sayang!
Sengaja pagar-pagar itu aku tanam
Melindungimu dari panasnya matahari
Melindungimu dari tangan-tangan jahil
Sayang tetap pertahankan pagarmu!
Belum saatnya kau nikmati hingar bingar dunia
Indahnya dunia akan meracunimu
Hidupmu akan terbang dalam hayalan
Beribu bunga layu,mati dan terbuang dalam sampah
Mengapa bungaku, jalan yang kau pilih jalan sampah

Sebuah gubuk

Di gubuk itu lahir anak-anak negeri
Anak-anak yang lahir dari kerasnya hidup
Kulitnya halus,lemah dan kini berotot
Terbentuk karna kerasnya hidup
Mereka hidup dari tumpukan sampah
Sampah-sampah tlah menghidupi mereka
Dengan sampah mereka hidup
Dengan angkuh orang-orang memandangya
Orang-orang angkuh makan dengan serakah
Membuang sampah dengan serakah
Anak-anak gubuk itu memunguti sampah
Memakan sisa-sisa sampah
Mengambil sisa sampah supaya bisa hidup
Tapi mereka tetap dianggap sampah