Sabtu, 15 Oktober 2011

Biografi Emha Ainun Nadjib


Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib (lahir di Djombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953; umur 58 tahun) adalah seorang tokoh intelektual yang mengusung napas Islami di Indonesia. Ia merupakan anak keempat dari 15 bersaudara. Pendidikan formalnya hanya berakhir di Semester 1 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebelumnya dia pernah ‘diusir’ dari Pondok Modern Gontor Ponorogo karena melakukan ‘demo’ melawan pemerintah pada pertengahan tahun ketiga studinya, kemudian pindah ke Yogya dan tamat SMA Muhammadiyah I. Istrinya yang sekarang, Novia Kolopaking, dikenal sebagai seniman film, panggung, serta penyanyi.
Lima tahun hidup menggelandang di Malioboro, Yogyakarta antara 1970-1975 ketika belajar sastra kepada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat memengaruhi perjalanan Emha.
Selain itu ia juga pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985).
Dalam kesehariannya, Emha terjun langsung di masyarakat dan melakukan aktivitas-aktivitas yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan politik, sinergi ekonomi guna menumbuhkan potensialitas rakyat. Di samping aktivitas rutin bulanan dengan komunitas Masyarakat Padhang mBulan, ia juga berkeliling ke berbagai wilayah nusantara, rata-rata 10-15 kali per bulan bersama Musik Kiai Kanjeng, dan rata-rata 40-50 acara massal yang umumnya dilakukan di area luar gedung. Selain itu ia juga menyelenggarakan acara Kenduri Cinta sejak tahun 1990-an yang dilaksanakan di Taman Ismail Marzuki. Kenduri Cinta adalah forum silaturahmi budaya dan kemanusiaan yang dikemas sangat terbuka, nonpartisan, ringan dan dibalut dalam gelar kesenian lintas genre.
Dalam pertemuan-pertemuan sosial itu ia melakukan berbagai dekonstruksi pemahaman atas nilai-nilai, pola-pola komunikasi, metoda perhubungan kultural, pendidikan cara berpikir, serta pengupayaan solusi-solusi masalah masyarakat.
Teater
Memacu kehidupan multi-kesenian Yogya bersama Halimd HD, jaringan kesenian melalui Sanggarbambu, aktif di Teater Dinasti dan menghasilkan repertoar serta pementasan drama. Beberapa karyanya:
  • Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan 'Raja' Soeharto),
  • Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan),
  • Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern),
  • Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).
  • Kemudian bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-Santri Khidhir (1990, di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton di alun-alun madiun),
  • Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar),
  • Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993).
  • Juga mementaskan Perahu Retak (1992, tentang Indonesia Orba yang digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai buku diterbitkan oleh Garda Pustaka), di samping Sidang Para Setan, Pak Kanjeng, serta Duta Dari Masa Depan.
Puisi/Buku
Menerbitkan 16 buku puisi:
  • “M” Frustasi (1976),
  • Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978),
  • Sajak-Sajak Cinta (1978),
  • Nyanyian Gelandangan (1982),
  • 102 Untuk Tuhanku (1983),
  • Suluk Pesisiran (1989),
  • Lautan Jilbab (1989),
  • Seribu Masjid Satu Jumlahnya ( 1990),
  • Cahaya Maha Cahaya (1991),
  • Sesobek Buku Harian Indonesia (1993),
  • Abacadabra (1994),
  • Syair Asmaul Husna (1994)
Essai/Buku
Buku-buku esainya tak kurang dari 30 antara lain:
  • Dari Pojok Sejarah (1985),
  • Sastra Yang Membebaskan (1985)
  • Secangkir Kopi Jon Pakir (1990),
  • Markesot Bertutur (1993),
  • Markesot Bertutur Lagi (1994),
  • Opini Plesetan (1996),
  • Gerakan Punakawan (1994),
  • Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996),
  • Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994),
  • Slilit Sang Kiai (1991),
  • Sudrun Gugat (1994),
  • Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995),
  • Bola- Bola Kultural (1996),
  • Budaya Tanding (1995),
  • Titik Nadir Demokrasi (1995),
  • Tuhanpun Berpuasa (1996),
  • Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997),
  • Kita Pilih Barokah atau Azab Allah (1997),
  • Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997),
  • 2,5 Jam Bersama Soeharto (1998),
  • Mati Ketawa Cara Refotnasi (1998),
  • Kiai Kocar Kacir (1998),
  • Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (Penerbit Zaituna, 1998),
  • Keranjang Sampah (1998) Ikrar Husnul Khatimah (1999),
  • Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000),
  • Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000),
  • Menelusuri Titik Keimanan (2001),
  • Hikmah Puasa 1 & 2 (2001),
  • Segitiga Cinta (2001),
  • Kitab Ketentraman (2001),
  • Trilogi Kumpulan Puisi (2001),
  • Tahajjud Cinta (2003),
  • Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun (2003),
  • Folklore Madura (Cet. I, Agustus 2005, Yogyakarta: Penerbit Progress, 164 hlm; 13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-02-0),
  • Puasa Itu Puasa (Cet. I, Agustus 2005, Yogyakarta: Penerbit Progress, 264 hlm; 13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-01-2),
  • Syair-Syair Asmaul Husna (Cet. I, Agustus 2005, Yogyakarta; Penerbit Progress, 196 hlm; 12cm x 20cm, ISBN: 979-9010-0-53)
  • Kafir Liberal (Cet. II, April 2006, Yogyakarta: Penerbit Progress, 56 hlm; 12cm x 18cm, ISBN: 979-9010-12-8),
  • Kerajaan Indonesia (Cet. II, Agustus 2006, Yogyakarta; Penerbit Progress, 400 hlm; 13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-15-2),
  • Jalan Sunyi EMHA (Ian L. Betts, Juni 2006),
  • Istriku Seribu (Cet. I, Desember 2006, Yogyakarta: Penerbit Progress, 64 hlm; 12cm x 18cm, ISBN: 979-9010-20-9),
  • Orang Maiyah (Cet. I, Januari 2007, Yogyakarta; Penerbit Progress,196 hlm; 12cm x 20cm, ISBN: 979-9010-21-7),
  • Tidak. Jibril Tidak Pensiun (Cet. I, Juli 2007, Yogyakarta: Penerbit Progress,248 hlm; 13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-22-5),
  • Kagum Pada Orang Indonesia (Cet. I, Januari 2008, Yogyakarta; Penerbit Progress, 56 hlm; 12cm x 18,5cm, ISBN: 978-979-17127-0-5),
  • Dari Pojok Sejarah; Renungan Perjalanan Emha Ainun Nadjib (Cet. I, Mei 2008, Yogyakarta: Penerbit Progress, XIX + 227 hlm; HVS 65gr; 22,5cm x 20cm, ISBN: 978-979-17127-1-2)
  • DEMOKRASI La Raiba Fih(cet ketiga, Mei 2010, Jakarta: Kompas)
Penghargaan
Bulan Maret 2011, Emha memperoleh Penghargaan Satyalancana Kebudayaan 2010 dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. [1]. Menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, penghargaan diberikan berdasarkan pertimbangan bahwa si penerima memiliki jasa besar di bidang kebudayaan yang telah mampu melestarikan kebudayaan daerah atau nasional serta hasil karyanya berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara. [2]



Tidak ada komentar:

Posting Komentar